Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785.
Ia adalah putra Sultan Hamengkubuwono III dari ibu yang bukan permaisuri.
Semasa kecilnya, pangeran Diponegoro di asuh oleh neneknya, Ratu Ageng yang saleh,
Janda Sulta Hamengkubuwono I. Sikap Belanda yang kerap mengadu domba,
merendahkan martabat raja-raja Jawa, serta melakukan penindasan terhadap rakyat
kecil, seperti merampas tanah-tanah rakyat untuk dijadikan perkebunan pengusaha-pengusaha
Belanda, merupakan alasan dasar mengapa Pengerang Diponegoro memberontak.
Sepanjang tahun 1825-1830, pangeran Diponegoro melakukan perlawanan
terhadap Belanda, sampai kemudian ditangkap setelah ditipu Belanda secara
licik. Setelah mengundurkan diri dari keanggotaan Dewan Mangkubumi. Ia bersama
pasukannya menetap di Tegalrejo. Belanda mengetahuinya dan menyerang Tegalrejo
pada tanggal 20 Juli 1825. Pasukan Diponegoro lalu berpindah ke Selarong,
sebuah daerah berbukit-bukit yang dijadikan markas besarnya.
Perjuangan Diponegoro mendapat sambutan dari berbagai pihak, yaitu
bangsawan, ulama dan petani. Mereka menggabungkan diri dengan pasukan Pangeran
Diponegoro, termasuk seorang ulama besar, Kyai Mojo dan Sentot Alibasyah
Prawirodirjo, bangsawan yang kemudian menjadi panglima utamanya. Belanda yang
sangat kewalahan atas serangan-serangan
Diponegoro, akhirnya menukar siasat perangnya dengan system benteng.
Belanda mendirikan benteng di segala penjuru, sehingga ruang gerak
pasukan Diponegoro menjadi sempit. Selain itu, Belanda membujuk beberapa tokoh
perlawanan agar menghentikan perang. Sejak itu, kekuatan perlawanan Diponegoro
menjadi kurang dan lemah. Walaupun begitu, Diponegoro tidak berniat untuk
menyerah kepada Belanda. Belanda kemudian mengumumkan hadiah 20.000 ringgit
bagi siapa saja yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro. Namun demikian,
rakyat tak mau dikelabui dan mereka tak hendak menghianati pemimpin yang mereka
cintai.
Setelah tentara-tentaranya banyak yang mati, dan menelan dana yang
sangat banyak, hampir 20 juta golden, Belanda menjebak Pangerang Diponegoro
dalam suatu siasat perundingan di Magelang, tanggal 28 Maret 1830. Pangeran
Diponegoro pun tertangkap, lalu ia di buang ke Manado. Selanjutnya, ia
dipindahkan ke Ujung Pandang dan meninggal di sana pada tanggal 8 Januari 1855.

Melalui surat keputusan Presiden RI. No. 087/TKA 973 pada tanggal 6
november 1973 Pemerintah menganugerahi gelar pahlawan Nasional kepada Pangeran
Diponegoro. Semangatnya yang pantang menyerah dan jiwa patriotic yang konsisten
dalam membela rakyat kecil atas penindasan Belanda merupakan sikap dan jiwa
yang pantas untuk kita diteladani.
0 Response to "Pangeran Diponegoro"
Post a Comment